i wanna be aquila

Sabtu, 29 September 2012

Penipu


Mengapa kita harus merasakan sakit yang nyata hanya karena luka yang tak kasat mata?
Kisah ini mungkin sering ditemukan, tapi cukup menyakitkan bagi saya. Karenanya aku terjatuh, lagi, lagi, dan lagi. Selama kurang lebih 4 tahun aku tidak bisa lepas dari pengaruhnya, dalam arti : bayangannya selalu hadir di depan mataku. Sungguh pun aku tak pernah berpaling walau sedetik. Sebut saja orang itu Mr.X.
Kau tau? Betapa hatiku ingin loncat saat satu tahun yang lalu, Mr.X masih ingat hari ultahku. Mengirimiku pesan di facebook pukul 00.04. satu hal yang memenuhi hatiku : Akankah Mr.X masih mencintaiku? ah itu pasti, buktinya Mr.X masih mengingat hari kelahiranku.
Hipotesisku semakin kuat saat Mr.X mengatakan langsung bahwa Mr.X masih mencintaiku. Spontan, air mataku membanjiri laptop yang sedang kupegang. Oh ya, sebelumnya anda perlu tahu, saya adalah wanita yang cengeng. Pake sangat. Mr.X pun menyadari hal itu. Bagaimana tidak? Kita saling mengenal 4 tahun lalu. Bahkan, saling menyayangi. Tapi, itu dulu, dan itu sebatas dugaan saja.
Semakin kesini, Mr.X semakin membuatku yakin atas statemennya bahwa Mr.X masih menyayangiku. Mr.X juga mengenalkanku pada Miss.V yang saat itu menjadi pacarnya. Kendati begitu Mr.X masih dengan jurus mautnya : aku mencintaimu lebih dari aku mencintai Miss.V, aku sama Miss.V cuma maen-maen, aku sungguhan sama kamu. Pernyataannya ini didukung dengan tindakan-tindakannya yang semakin membuatku mempercayainya. Kepercayaanku pada Mr.X yang dulu sempat musnah, kini mulai tumbuh dan hampir sempurna.
Selang beberapa waktu, Mr.X bilang kalo Mr.X udah putus sama Miss.V. meski begitu, aku tak berani mendeklarasikan diri sebagai pacarnya, karena memang aku tak merasa. Tapi, pada suatu perbincangan, Mr.X menegaskan bahwa aku adalah pacarnya, begitu pula sebaliknya. Karena aku masih sangat menyayanginya, dan aku udah full percaya sama Mr.X, dan juga Mr.X udah putus sama Miss.V, so kita resmi pacaran. Well, saat itu aku girang tak kepalang. Padahal kita cuma berhubungan lewat pesan di facebook. Anehnya, aku juga yakin kalo dia ngrasain hal yang sama. GR banget ya?
Masa pacaran kita berlangsung indah, romantis, seru banget deh pokonya. Itu sih bagiku, gak tau juga kalo bagi dia. Karena sejauh ini, aku emang ga pernah ngerasa nyaman sama cowok manapun kecuali Mr.X. Namun, semua hal itu tiba-tiba memudar. Mr.X mulai jarang menghubungiku. Dan aku mulai kelabakan.
Sekitar 5 hari sebelum lebaran Mr.X bilang pengen punya gebetan. Wew? Cengengku kumat lagi. Puisi dan airmata tumpah bareng-bareng. Aku gak tau kenapa dadaku tiba-tiba sesak, dan kepalaku mulai pening. Kubenamkan kesedihan itu dalam tumpukan bantal meski ku tau, aku megalami insomnia berat setelah mendengar kabar itu. Ada hal positif dari kejadian ini, Mr.X jujur apa adanya kalau dia ngrasa berat longdistance sama aku. Negatifnya, aku sakit, lahir dan batin. Aku mulai mengotak atik kepala, berusaha memberikan keputusan terbaik yang mungkin tak merugikan sebelah pihak. Akhirnya aku mengalah, kuijinkan dia memiliki gebetan. Anda tau jawaban sms Mr.X? : Makasih beb. Cuma itu. Dan aku semakin terpuruk.
Aku mencoba bertahan dengan penyiksaan ini, tak ada sms, tak ada kabar, firasatku semakin memburuk. Kubuka FB Mr.X, disana kudapati Miss.V sedang di blockir Mr.X. Ada apa gerangan? Sehari kemudian, aku mencoba membuka FB Mr.X lagi dan apa yang terjadi? Password FB Mr.X sudah di ganti, ini jelas ada yang tidak beres. Dan hatiku semakin kacau.
Sejenak kemudian, aku menemukan Miss.V dengan status yang menyedihkan. Miss.V merasa di permainkan, meski aku tak tau ini tentang siapa, aku mencoba mencairkan suasana. Kupikir kita sama-sama sedang dipermainkan oleh seseorang, dan aku mulai bertukar cerita dengan Miss.V. Fantastic! Semuanya diluar dugaan. Ternyata selama ini Mr.X dan Miss.V masih menjalin hubungan. Sama seperti aku, Miss.V juga merasa di permainkan oleh Mr.X. Walhasil, kita sharing semua uneg-uneg kita. Miss.V juga cerita tentang Miss.R yang konon diduga menjalin hubungan gelap bersama Mr.X. Aku semakin syok! Ya Allah, orang yang selama ini aku banggakan, ternyata tak lebih hanya seekor buaya yang mengincar banyak wanita.
Dan kini, atas usul dan usaha Miss.V, Miss.R masuk dalam organisasi kami, Miss.R juga menambahkan Miss.N sebagai member baru. Semakin banyak saja korban Mr.X. Aku mendengar semua kabar ini H-1 lebaran. Aku takut lebaranku akan amburadul hanya karena perasaanku yang tak karuan. Malam lebaran, Miss.V mengajakku menggrebek Mr.X bersama-sama di FB. Miss.V sudah tidak betah, dia ingin segera menggampar Mr.X. sementara aku hanya terkapar dalam persaaan rancu dan tak berdaya. Rencana telah disusun, akan tetapi semuanya berantakan karena kita gagal mengajak Mr.X untuk OL bareng kita.
Malam lebaran pertama, aku mendapat kabar dari Miss.R bahwa Miss.V di putus Mr.X. Bener-bener gila tuh orang, tega banget nyakitin hati cewek. Padahal aku tau betul, Miss.V itu orangnya lembut banget. Beberapa menit kamudian, ada sms masuk di HP ku dari Mr.X yang isinya : aku diputus. Waktu itu aku lagi di rumah saudara, lagi sungkem. Rasanya aku pengen ambruk. Lalu, aku di ajak Miss.R dan Miss.V untuk bareng-bareng ngegrebek dia di facebook saat itu juga. Mau gak mau, meskipun saat itu aku lagi sibuk, aku harus tetep ikutan rencana mereka. Lagian aku juga udah gak tahan sama tingkahnya Mr.X.
Gak punya muka kali ya? Setelah mutusin kita bareng-bareng, tiba-tiba dia minta balikan sama kita-kita. Bareng-bareng juga. Emang kita apaannya? Boneka? Seenak jidatnya buang dan mungut orang gitu aja. Saking sakit hatinya aku saat itu, aku sampe tega nyakitin hatinya dia. Aku ngarang cerita apapun, supaya dia sakit hati. Biasanya, kalo aku disakitin, aku selalu marah dan memperlihatkan betapa sakit hatinya aku. Tapi kali ini nggak, aku bukanlah Aku yang lemah. Aku membalas smsnya sekenaku, sekalipun sebenarnya hatiku juga ikutan sakit. Kukatakan kalo aku udah move-on dari dia, udah punya cowok lah, ku hina dia lah, pokoknya segala macem.
Malam itu juga, kita susun rencana selanjutnya, kita pengen ketemuan bareng-bareng antara Aku, Miss.V, dan Miss.R, untuk yang pertama kalinya. Bismillah. Hari itu, H+2 lebaran. Kita ketemu di Masjid Agung Lasem, karena tempat itu dirasa paling strategis. Waktu ketemu Miss.V pertama kali, rasanya aku pengen nangis, teriak sekenceng-kencengnya, tapi mau gimana lagi, disana ada banyak orang. Gak mungkin juga kalo aku nangis, akhirnya aku nahan sampe tangan aku gemeteran hebat. Huft,hari itu, semua kedok Mr.X terbuka lebar, dari hal yang tabu, ke hal yang biasa-biasa aja, semuanya kita bicarain. Kita share apa adanya, semua yang ngeganjel di hati kita masing-masing. Tuh orang, bener-bener penipu kelas kakap.
Sepulang dari pertemuan itu, eh, aku malah dituduh udah ngehancurin hubungan dia sama Miss.V, berusaha ngebuat hidupnya hancur, aku di maki-maki. Hellow? Siapa yang ngehancurin hidupnya siapa? Ngaca dong? Aku dikatain ini itu, cewek gatel lah, berkedok lah. Aku jadi bingung, sebenere yang gatel itu siapa? Yang berkedok itu siapa? Dasar! Lidahnya itu pinter banget bolak-balikin fakta. Aku cuma ngebales smsnya seakan-akan aku tenang-tenang aja tanpa sakit hari, meskipun sebenere aku lemes banget, sampe-sampe aku gak kuat nyetir motor buat perjalanan pulang.
Yang nambah bikin aku sakit hati, waktu Mr.X sms gini ke Miss.N. Sebut saja aku Miss.Q.
“Sebenere aku udah lama pengen mutusin Miss.Q, tapi karena Miss.Q penyakitan jadi aku kasihan.”
Rasanya jleb banget di hati, Mr.X bilang aku penyakitan ke korban-korbannya yang lain selain aku. Entah apa lagi yang Mr.X katakan ke mereka. Aku sudah nggak peduli. Allah lebih tahu segalanya. Tak ada orang yang pengen sakit. Semua itu dari Allah, Allah Maha Melihat. Sakit banget tauk! Selama ini Mr.X selalu berusaha ngasih semangat dan ngehibur aku waktu aku sakit, tapi ternyata dia seperti ini. Dia juga gak pernah misoh-misoh di depanku, kali ini justru dia misohin aku. Ya Rabb, Terimakasih Kau tunjukkan siapa dia yang sebenarnya.
Dan sekarang, aku merasa lebih baik, setidaknya tidak hanya aku yang jadi korbannya, dan aku tak merasa jadi makhluk paling bodoh karena udah berhasil dia tipu. Aku berharap kejadian seperti ini tak pernah terulang lagi, cukup sekali seumur hidup. Semuai ini sangat menyakitkan. Kublockir FB Mr.X dengan harapan. “Anggap aja kita nggak pernah kenal, nggak pernah ada apa-apa antara kita” aku juga udah nggak peduli sama hidupnya dia. Meskipun mau tak mau, aku harus menyesal karena :
1.         Udah bela-belain dia di depan teman-temanku yang mayoritas nggak suka sama Mr.X yang notabenenya islam abangan+anak SMA.
2.         Menyertakan dia di setiap munajatku , cuma berharap agar dia mendapat petunjuk dan hidayahNya. Dan pada akhirnya nanti dia bisa jadi kekasih halalku. Yang bener-bener biasa jadi imam buat keluargaku kelak.
3.         Baik-baikin dia di depan orang tuaku, supaya beliau mengubah sudut pandangnya tentang Mr.X.
4.         Yakin bahwa Mr.X bener-bener sayang aku dan pengen serius ngejalanini hubungan bareng aku.
5.         Tulus sayang Mr.X dan berusaha nerima dia apapun kekurangannya.
6.     Jadiin Mr.X inspirasi di tiap karyaku.
Tapi, ya sudahlah, semua udah terjadi. Gak ada gunanya dendam atau menyesal. Marah boleh, tapi kalo dendam, gak bakal nyelesein masalah. Yang sudah, biar jadi pelajaran buat aku. Dan aku gak perlu nyesel atas 5 hal di atas, semoga itu jadi amal baik buat aku. Dan kalo emang dia bener berubah jadi orang yang lebih baik, Ya Alhamdulillah, Allah mendengar do’aku saat itu. Tapi aku sudah tak perduli lagi, do’aku hanya berhenti sejak 1 Syawwal 1433 H. Malam lebaran Idul Fitri 2012.


Senin, 13 Agustus 2012

Se-koin saja

Aku memang berani mencintai.

Tapi keberanianku tak dihargai.

Berapa? tak banyak. sekoin saja.

Totalkan semuanya pada Sang Khaliq.

 

Bukan urusanku jika kau menghianatiku,

tapi hatiku merasa terurus.

 

Tahun pertama, 5 luka.

Satu tahun kemudian, 25 luka.

Begitu seterusnya berlipat kuadrat.

Kasihan hatiku, 

Aku membiarkannya terus kau lukai..

 

Allahku telah menjawab do'aku.

Dan aku hanya perlu membangun benteng itu dari awal.

Bangkit dan membakar semua mu.

Pilih saja :

1. 5 tahun terluka lalu kau akan hidup bahagia selamanya

2. tetap bersamanya dan merasakan hatimu ditiup dan dijatuhkan dengan amplitudo kuadrat.


akankah kau merelakan mata indahmu itu semakin menghitam setiap tahunnya? cukup ini yang terakhir!

 


Corner


Budak cinta,.

Kasihan dia, betapa melarat hidupnya.

Tak punya daya kekuatan untuk melawan.

Hanya dapat menurut dan mengiyakan segala tutur lakunya.

Menghinakan jiwa demi seteguk cinta yang entah kapan akan menetes.

Tik, tik, dua tetes turun dan kusiap melahap.

Ahh, kutelan dia beserta darah lidah yang terluka.

Tak semurni ketulusanku sebagai budak.

Keruh, penuh sesak!

Sesekali.. kau sentuh pipiku.

Membuatku menarik kedua sisinya, lalu berdiri mendekat.

Sekejap saja, kau melepaskannya dan melangkah mundur.

Karena aku hanya budak, jadi aku kembali ke tempatku semula.

Terlumpuh dalam rasa lewati masa.

Begitukah cinta??

 

Semarang, 24 Ramadhan 1433

Senin, 21 November 2011

Do The Best Today!


“Tomorrow is naught. Today is everything worthwhile, so we must do the best today”. Mr. Taufiqul Hakim Said.


I absolutely agree with his motto. By doing this motto, we will make our day more useful. I think,  many students in UIndonesia use their time off just for doing something which is not useful. They just have opinion that there is still the day tomorrow left, so they only use the day just enjoying their life by using off their day together with their friends. Generally, they used to do some destructive works, like drugs, free seks, and show wild oats.

Should we have an opinion that there is nothing tomorrow left, well do for the best today. Well not let out today wasted away. Or we can reflect an image that death will pick us up tomorrow. So, we’ll give the best for our parents and our lovely people.

Sometimes, we need to listen to what teacher and scholar said . We can get some additions for  motivation and inspiration to lead the life. Because, high motivation is beginner some success. We can get for blessing from and teachers and some scholars we could meet.

One motivation which has big effect for doing activities  should always we grasp . This is as our endeavor to make our dream really.

One more, failure is not the end of everything. But, withby some fails we’ll know our lacks that obstruct our success. And, we can complete that in next opportunity.Try and try to be the best!

We as students who have islamic base must change the life system of young generation. Because a country will be easy to be succes if the young generation can make their life or their day more useful. Everything get started from ourselves. Okey?!

 


Qurrota A’yun

Sabtu, 19 November 2011

Mereka Keluargaku

Mendung menggantung di pelataran kelas yang sedari tadi sepi. Lengang yang kini merayap di kalbuku tak urung singgah. Mataku mulai memanas ketika lamunanku terbang ke angkasa menuju dunia semu. Sepuluh tahun yang lalu..
Si aku yang mungil mengambil langkah pasti untuk beranjak dari pintu rumah. Menuju rumah baru yang masih sangat asing bagiku. Begitu juga tuan rumahnya.
“Beliau orang hebat, nduk!” begitu semangatnya ibuku memperkenalkan aku pada wanita setengah baya yang bersinggasana di rumah asing itu. Tak begitu tinggi, namun aura cantik terpancar dari dalam jiwanya yang berkharisma. Ibuku mulai mendiskripsikannya sedetail mungkin. Satu persatu kelebihannya diiming-imingkan ke aku yang polos.
“Bu Iqoh bisa menghatankan Al-Qur’an dalam satu hari.”
“Wah? Hebat ya buk?” sejak itu beliau mulai jadi tokoh idolaku. Menggantikan sosok Albert Einstein yang sedari dulu bercokol di otakku. Berawal dari berguru tilawah hingga memenuhi keinginan orang tuaku untuk menghafal Al-Qur’an. Dari situlah aku  melayangkan kakiku menjauhi garis start menuju bagian dari keluarganya. Kehidupan dan keluarga baru. Aku lebih banyak membagi waktu bersama keluarga Bu Iqoh dibanding dengan keluargaku. Di titik awal perjuanganku dengan mereka, aku sangat manja. Tak jarang aku merengek ingin pulang.
“Kangen ibuk.. kangen rumah..” suaraku terbata-bata menahan tangis yang tak lama meledak juga.
“Rumahmu gak akan berubah! Mbok tangisi koyo opo yo tetep wae bentuke ngono!” Bu Iqoh mencoba menenangkanku dengan sedikit tegas. Mungkin beliau agak jengah mendengar rengekanku itu tiap hari. Kata-kata itu masih terekam jelas di media penyimpanan otakku. Dan sering kali kuputar lagi ketika aku merasa sangat merindu dengan keluargaku atau pada mereka. Di sini, manakala aku jauh dari mereka.
Lambat laun kehidupan baruku mulai menyatu dengan kenyamananku.  Aku hanyut dalam canda mereka yang sesekali menyentil di sela-sela aktifitas kami. Aku merasa benar-benar menjadi anggota keluarganya. Keberadaanku sebagai anggota sampai di puncak keresmian tatkala rasa sayang mereka terhadapku tak kurang dari kata teramat sangat. Terang saja, Bu Iqoh memiliki 3 putra. Dan sebagai putri tunggalnya seringkali aku jadi magnet perhatian dan kasih sayang mereka. Aku semakin betah berada di komunitas ini.
Sore itu, seperti biasanya bapak mengajak kami jalan-jalan naik motor mengelilingi kampung. Sekedar menikmati indahnya sinar senja yang segera tergantikan oleh sinar perak rembulan. Atas permintaan anak-anaknya, bapak pun berhenti di sebuah warung dan membiarkan kami memilih jajanan yang kami suka. Berdasarkan pengamatanku saat itu, harga jajanku tiga kali lipat lebih mahal dari milik Kak A’ez dan Kak O’el. Entah ini hanya perasaanku, rasa GR-ku atau memang realita, yang aku yakini mereka menyayangiku sebagai putri tunggal di keluarga ini. Keluargaku.
˜{
Didalam kastil megah ini aku dapat merasakan kesejukan dhohir dan bathin. Semilir angin pegunungan sangat enak untuk dihirup. Berbeda dengan angin pantai yang kering dan panas di rumahku. Kemanapun aku melemparkan pandangan, di situ jualah beragam tanaman melambaikan daun hiijaunya. Juga suara arus sungai yang mengalir di kulon rumah kian membuatku tak ingin beranjak dari tempat ini. Di sinilah Bu Iqoh dilahirkan 33 tahun yang lalu. Rumah mbah.
Wajah-wajah asing itu menyalamiku dan menyuguhkan senyum ringannya. Ringan namun lembut dan membuatku hanyut. Meski ragu, aku tetap mencoba membaur dengan mereka. Mungkin hanya aku yang asing di sana, jadi pembicaraan mereka terdengar aneh dan garing di telingaku. Singkatnya, aku menjadi orang asing di antara orang-orang yang kuanggap asing.
Diluar prediksi dan angan-anganku. Itulah hidup. Selalu hadir dengan penuh kejutan baru. Seperti April Mop yang sudah dirancang matang oleh Allah dan kemudian dituliskan dalam Lauh Mahfudz untuk diraakan setiap makhlukNya. Tugas kita hanya merasakan, berusaha, berdo’a dan menjalani dengan ikhlas. Keadaan merasa asing itupun tak berlangsung lebih dari setengah hari. Aku mencoba mengantisipasi keanehan dan kegaringan itu dengan mengajak ngobrol Kak A’ez atau Kak O’el. Mengobrol dengan mereka jauh lebih nyaman dibandingkan mendengar dan mengikuti pembicaraan keluarga besar mbah. Mungkin selain aku anggota baru, umurku juga masih bau kunir, adik kelas bau kencur. Meski harus lewat jalan yang kurang baik karena telah membuat forum di dalam forum, justru dengan cara inilah aku lebih mengenal keluarga besar mbah. Kak A’ez menceritakan semuanya padaku. Jadi saat makan siang tiba. Rasa aneh dan garing tak lagi jadi seonggok masalah yang menghantui sudut pikirku saat aku bersama mereka. Kerena sebetulnya mereka sangat baik. Mereka juga menyayangiku layaknya Bu Iqoh dan keluarganya menyayangiku.
˜{
Bukan sesuatu yang mudah bagiku jika aku harus berpisah dengan Bu Iqoh dan keluarganya. Lima tahun juga bukan waktu yang singkat meski hanya untuk merasakan getir manisnya kehidupan bersama mereka. Seperti  kata pepatah, menghafal dikala kecil bagai mengukir di atas batu. Terlalu banyak kenangan yang tertancap di sana. Dan aku tak bisa mengahapusnya barang satu pun. Terlalu sulit. Dengan susah payah mereka menuntunku meraih impian orang tuaku yang kini menjadi impianku juga. Dengan sabar Bu Iqoh menunggu dan membantuku mengeja hafalan. Pelan tapi pasti. Dak aku yakin hafalan itulah yang kini memberi barokah pada tiap jengkal perjalananku.
Ada sesuatu yang mengharuskan Bu Iqoh merantau ke Sumatra. Dan itu berarti aku harus beradaptasi dengan kehidupan baruku. Tak pernah terbersit sekalipun di otakku jika aku harus berpisah dengan mereka. Pikirku aku akan selalu bersama mereka sampai seseorang meminangku kelak. Tapi inilah kehidupan. Aku harus bisa meyakinkan diriku bahwa inilah yang terbaik bagiku. Allah lebih tau segalanya.
Untuk pertama kalinya aku di hadapkan dilema yang cukup besar. Aku terhimpit di antara dua pilihan yang rumit. Ikut Bu Iqoh atau mencari pondok baru. Tiga perempat hatiku memilih ikut Bu Iqoh. Tapi seperempat lainnya mengharuskan untuk mematuhi orang tuaku mencari pondok baru. Tapi pada akhirnya aku tak perlu berpikir panjang karena takdir telah menentukan, kembali aku harus menerimanya dengan ikhlas.
˜{
Aku mulai merasa bahwa kehidupan mempermainkanku. Mempermainkan angan, perasaan, harapan. Walau rinduku pada keluarga Bu Iqoh telah terobati, masih ada sesuatu yang mengganjal di pojok hatiku. Putri tunggalmu yang dulu kecil mungil, kini telah tumbuh menjadi remaja. Hal itu lah yang ada di benakku ketika aku kembali berkumpul dengan keluarga Bu Iqoh setelah tujuh tahun terpisahkan jarak. Aku seperti flash back ke masa lalu. Berada di tengah-tengah kehangatan keluarga mereka. Hanya saja putra putri Bu Iqoh sudah tumbuh besar. Tak lagi seperti dulu. Aku ingin sekali mengulang masa itu. Dimana aku dengan santainya bersalaman dengan bapak, Kak A’ez ataupun Kak O’el. Tapi kini aku sudah remaja. Dan pada kenyataannya mereka bukan muhrimku, sekalipun aku menganggap mereka seperti keluargaku sendiri. Aku harus menjaga jarak. Jika bisa, aku akan memutar mesin waktu lalu menghentikannya di masa itu tanpa harus berputar kembali. Aku tak ingin tumbuh menjadi remaja.
Terkadang aku merasa bodoh karena menaangis sesenggukan hanya karena sebuah kenyataan yang biasa saja. Begitulah kata temanku ketika aku berusaha membagi kepedihanku padanya. Tapi bagiku ini hal berat. Bahkan aku sendiri tak yakin dengan hal berat itu. Benar-benar berat atau hanya aku yang melebih-lebihkan. Terlalu fanatik.  Ini realita yang aneh. Dan aku tak bisa memungkirinya. Aku lebih sering merindukan keluarga Bu Iqoh ketimbang kaluargaku sendiri. Pahitnya lagi, aku hanya bisa memendamnya, aku tak bisa bercerita dengan temanku. Bagaimana aku bisa bercerita tanpa menceritakan semuanya dari awal. Dan itu selalu sulit bagiku. Aku tak bisa berbagi cerita dengan mudah pada setiap orang. Berbeda dengan temanku yang bisa dengan enjoynya menggembar-gemborkan rasa kangennya pada sanak keluarga di rumah di depan banyak orang. Aku rindu oseng-oseng tahu Bu Iqoh, pertengkaran kecil yang sering timbul di celah canda tawaku dengan Kak A’ez, Kak O’el,  dan Dek Ubab, perjalanan menuju kastil megah mbah, juga angin pegunungan yang berhembus di tengah kehangatan keluargaku.
Dan reuni keluarga itu cukup menjadi penawar semuanya. Air mata haruku mengalir begitu saja tanpa bisa kubendung. Yah, meskipun tak bisa seperti dulu lagi, tapi ikatan itu cukup indah bagiku. Aku tak ingin tali persaudaraan ini terputus oleh apapun. Aku ingin kekeluargaan ini tetap seperti ini hingga batas waktu tak dapat terdefinisikan lagi.




PPYUR, UN Holiday
I present for a wedding gift my beloved uncle

Kertas Kosong

           Senja merona di ufuk cakrawala. Mentari bersembunyi di celah uraian sinar bulan. Mega merah terpantul melalui liukan air kolam yang bergemericik pelan mengiringi musikus klasik nan sangat menggoda. Enggan aku beranjak dari tempat ini. Tempat dimana aku menemukan harapanku yang sempat lenyap.
Huwalladzii khalaqakum minthinin tsumma qadhaa ajalaa..” Suara anggun Mbak Atar menembus palung hatiku dan memaksaku untuk memutar dimensi ke masa di mana aku  masih bersahabat dengan dunia luar.
˜{
Kala itu tubuh rapuhku tak jauh beda dengan mentalku yang belum pulih dari keterpurukan. Orang tua dan adikku meninggalkanku sebatang kara di dunia yang kejam ini. Sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa mereka ketika kami berniat berkunjung ke rumah eyang. Saat itu aku selalu berfikir bahwa Allah tidak adil. Mengapa hanya aku yang hidup? Mengapa Allah justru menyiksaku? Lebih baik mati dengan mayat yang bercecer daripada hidup cacat tanpa keluarga. Impianku untuk menjadi seorang penulis lenyap karena tangan kananku harus diamputasi. Jika tangan kiriku sempurna mungkin aku masih bisa belajar kidal. Tapi kemungkinan itu terhapus sesegera mungkin lantaran jari kelingking dan jempol tangan kiriku juga diamputasi. Semua diamputasi! Mengapa tidak sekalian saja amputasi leherku? Itu akan mengantarku ke surga yang hakiki. Namun, yang mereka lakukan tak ubahnya mendesainku menjadi mayat hidup.
Tragisnya lagi keluargaku justru sibuk memeperebutkan warisan orangtuaku. Hukum negara menganggap umurku yang baru sebelas tahun itu belum berhak untuk mendapat warisan orang tuaku secara sempurna. Entah apalah istilah mereka. Tak sedikitpun mereka berniat menengok kesehatanku atau hanya sekedar mengisi ulang harapanku yang telah divonis mati. Untuk membuka jalan hidupku yang buntu aku memutuskan untuk hidup bebas di luar rumah bersama teman-teman yang juga mengalami nasib serupa denganku.
Waktu dua tahun telah membuatku menjadi terbiasa dengan sentuhan angin malam yang terkadang meremukkan tulang. Hidup tanpa tujuan dan menggantung pada alam yang tak memihak. Hari itu adalah hidupku. Tak ada masa depan. Aku sedikit lebih bahagia dengan hidupku yang hampa itu. Dengan diwarnai gelak tawa dan kasih sayang teman senasib aku dapat melupakan nestapaku.
Hingga ketika sinar mentari menampar wajahku di trotoar perempatan jalan tempat di mana aku dan kawanku mengais nasi untuk menyambung hidup. Seorang wanita semampai dengan baju merah muda dan rambutnya dibalut jilbab merah jambu menghampiri kami. Wajahnya yang teduh menatap kami dengan mimik iba. Temanku mengajakku beranjak pergi meninggalkan wanita itu, ia berpikir bahwa orang seperti itu hanya akan mencemooh kami. Tapi aku mencegahnya. Aku yakin wanita ini baik. Awalnya ia menanyakan siapa nama kami. Lalu berlanjut ke kehidupan kami sehari-hari dan juga masa lalu kami yang membuat kami menjadi seperti ini. Temanku hanya diam seribu bahasa, ia masih tak yakin dengan wanita ini. Jadi akulah yang berceloteh menjawab rentetan pertanyaan darinya. Lalu dengan senyum lembut ia mengeluarkan sebuah kertas kosong dari tas selempangnya.
“Dik, Allah melahirkan manusia di dunia layaknya kertas kosong ini. Keluargamu yang pertama kali akan mewaranai dan memberi garis arah di kertasmu. Setelah itu kehidupanmu akan semakin memenuhi coretan di kertas ini. Jika Allah mengujimu dengan kehidupan yang sedikit lebih berat atau dunia itu kejam seperti yang kau katakan tadi, dan kau mengambil langkah seperti ini. Tak menutup kemungkinan kertasmu ini akan keruh dan keras oleh cat air tebal yang telah mengering. Jika benar begitu, maka goresan arah yang dulu pernah di tuliskan keluargamu akan tertutup. Untuk membuat goresan baru, kita perlu membersihkan kertasmu ini dengan penghapus yang berupa iman. Imanmu pada Allah akan mengembalikan semuanya.” Diperagakannya tutur katanya yang lembut itu dengan menunjuk dan mencoret kertas tadi. Mutiara yang mengalir dari bibirnya mampu melunakkan hati temanku yang sedikit lebih keras dari hatiku hingga ia mengucurkan air mata. Kemudian kami merasakan rindu yang teramat pada keluarga kami yang telah tiada.
Wanita tersebut mengajak kami pulang bersamanya. Subhanallah, wanita ini memang berhati mulia. Di usianya yang belia ia mampu mendirikan asrama dan sekolah untuk orang dan anak semacam kami. Memanglah sekolahnya tak sebagus sekolah RSBI yang sering digembar-gemborkan masyarakat Indonesia. Namun, ketulusan harapan dan perjuangan dari semua komponen sekolah itu mampu membuat sekolah itu jauh melampui sekolah RSBI. Sekolah itu tak memandang umur. Semua yang bersekolah di sana adalah anak gelandangan. Guru pembimbingnya juga mengajar dengan tanpa gaji sepeser pun. Jika ada lagu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, maka itu sangat pas dipersembahkan untuk guru-guru kami. Beliau jua lah yang mengisi ulang harapan kami dan menghidupkan angan kami. Wanita itu juga membiayai kehidupan kami sepenuhnya hingga kami siap terjun ke masyarakat untuk memberi manfaat pada lingkungan sekitarnya. Itulah tujuan utamanya. Wanita yang sering pontang –panting mencari proposal untuk menghidupi dan menjadikan kami anak bangsa yang mampu dibanggakan itu ialah Mbak Atar.
Mbak Atar sangat suka berorganisasi. Ia lebih memilih bersosialisasi dengan sesama dibandingkan melanjutkan sekolah meski orang tuanya mampu dan kecerdasannya pantas diacungi jempol. Dialah stopkontak isi ulang harapan kami. Satu-persatu dari kami ia selamatkan dari dunia luar dan ia bangkitkan harapan kami. Ia selalu memaksa kami untuk terus bermimpi.
“Bermimpilah karena Allah, dan Allah akan memeluk mimpi-mimpimu itu.” Begitu ujarnya saat sedang mengontrol kegiatan adik-adiknya di asrama. Meskipun kata-kata itu menjiplak Andrea Hirata, tapi tetap terdengar indah di telinga kami. Tak pernah sedikitpun ia meremehkan bahkan menyangsikan kemampuan kami. Ia yakinkan kami bahwa setiap manusia pasti dibekali  dengan keahlian masing-masing. Hanya saja kita perlu waktu untuk mengembangkan bakat tersebut hingga menjadi kekuatan yang akan membesarkan kita.
Pernah aku melihat Mbak Atar menangis untuk pertama kalinya dihadapan banyak orang, bahkan media massa. Saat itu wartawan sedang mewawancarai temanku yang berusia 19 tahun. Tanpa rasa minder ia menjawab pertanyaan itu.
“Saya jadi gelandangan sejak usia 9 tahun. Sama sekali saya tak pernah mengenyam bangku sekolah. Jauh dalam lubuk hati saya, saya punya cita-cita untuk menjadi ilmuwan seperti Albert Einstein. Memang terlalu tinggi untuk ukuran gelandangan, maka saat itu juga ku kubur mimpi itu dalam-dalam. Hingga setahun lalu Mbak Atar menemukanku dan ia mengajariku menghidupkan mimpi yang telah kukubur. Meski umurku sudah 18 tahun, aku belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Tapi Bu Guru dengan sabarnya menunutunku hingga kini aku mahir menulis dan membaca. Jika aku tak bisa sehebat Albert Einstein, itu sekarang. Kita tidak akan pernah tau esok atau lusa. Buktinya dalam satu tahun saya paham betul bagaimana pemancaran energi kalor oleh permukaan suatu benda ke lingkungannya. Tentang teori Foton yang menjelaskan hubungan radiasi kalor benda hitam denga pergeseran Wien. Juga molekul yang bergetar akan memancarkan energi diskrit atau sebaliknya molekul memancarkan energi dalam bentuk satuan diskrit yang disebut kuanta. Mungkin bagi para ilmuwan ini merupakan hal biasa, namun bagi saya ini lebih dari sekedar penemuan yang mutakhir. Saya telah menjadi ilmuwan bagi diri saya sendiri karena saya menemukan bakat saya dan mengembangkannya hingga sejauh ini. Lebih dari itu saya juga telah membuka mata masyarakat Indonesia yang sepertiganya adalah orang yang patah semangat dan gelandangan seperti saya bahwa dengan izin Allah kita bisa meraih mimpi kita, dengan modal iman dan keberanian untuk bermimpi. Dan tahukah anda sekalian siapa yang telah menuntun saya berjalan sampai di titik ini? Beliaulah Mbak kami yang tercinta. Aliyatar Rafi’ah.” Sontak semua kamera mengarah ke Mbak Atar. Sudut matanya mengeluarkan cairan bening. Dan semakin menetes deras seiring deretan pertanyaan wartawan yang tak satu pun dijawab oleh Mbak Atar.
˜{
Kutundukkan kepalaku dan ketiga jemariku yang masih tersisa kugerakkan ke atas bawah. Lalu kutengok laptop hadiah dari Mbak Atar saat ulang tahunku  lima bulan lalu. Beliau pernah berjanji padaku jika aku sudah bisa menulis kidal dengan tiga jariku, aku akan mendapat surprize yang bisa membantuku mewujudkan mimpiku. Terbukti, laptop ini mampu membantuku menyelesaikan novel perdanaku yang sekarang sedang dipasarkan di Indonesia. Novel perdanaku kuberi judul Sekolah Harapan Bangsa. Mungkin judulnya kurang menarik, tapi itulah sekolah kami. Kami bangga dengan nama itu. Karena sekolah itu kami menjadi anak yang benar-benar mampu jadi harapan Bangsa Indonesia. Isinya juga tak muluk-muluk. Hanya menceritakan kehidupanku, teman-teman senasibku, dan yang terpenting tentang gadis muslimah yang membangun jiwa kami melalui Sekolah Harapan Bangsa, Mbak Atar. Beliau sengaja tidak memberi embel-embel SD, SMP, atau SMA di depan nama sekolah kami agar tak ada kesenjangan sosial antara kami semua. Karena sekolah ini hanya berorientasi pada pengembangan bakat ‘adik didik’. Begitulah Mbak Atar menyebut kami.
Selain orang tua dan keluargaku, aku tak pernah meninggalkan nama Mbak Atar dari munajat malamku. Dialah simbol kehakikian seorang Kartini di Era Globalisasi. Dan pada kenyataannya Ibu Pertiwi sangat merindukan sosok seperti beliau. Bahkan jika bisa, aku akan membuat duplikat beliau dan akan kusebar di seluruh Indonesia agar semua rakyat Indonesia mampu menghidupkan dan yakin akan mimpinya kemudian mewujudkannya hingga mampu membesarkan nama bangsa kita di mata dunia. Dari sinilah Indonesia akan menemukan kemerdekaan.



Kudus, 7 April 2011
Sengaja ditulis untuk mengikuti lomba menulis cerpen di Universitas Muria Kudus dalam rangka memperingati Hari Kartini dengan tema ‘Kartini di Era Globalisasi’
(Terbaik 2 Se-Kab Kudus-Jepara)

Qurrota A'yun